Sembilan Naga 88 Slot

Belanja di App banyak untungnya:

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

6 dari 9 pengusaha yang dianggap sebagai anggota Sembilan Naga.

Sembilan Naga adalah istilah yang merujuk pada sekelompok pengusaha keturunan Tionghoa berpengaruh di Indonesia, terutama yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintahan Orde Baru. Istilah ini sering dikaitkan dengan kekuatan ekonomi dan politik yang besar, meskipun keanggotaan kelompok ini tidak pernah dikonfirmasi secara resmi.

Istilah "Sembilan Naga" muncul pada era Orde Baru, yang dicirikan oleh hubungan yang saling menguntungkan antara pengusaha dan pemerintah[1][2]. Awalnya, istilah ini, yang juga dikenal sebagai 'Gang of Nine', memiliki konotasi negatif dan misterius[1][3][4]. Kelompok ini dikaitkan dengan bisnis gelap seperti judi, narkoba, dan penyelundupan, dan dianggap kebal hukum karena bekingan kuat dari pihak berwenang[1]. Setelah Orde Baru berakhir, konotasi "Sembilan Naga" bergeser menjadi lebih netral, merujuk pada pengusaha-pengusaha yang mendominasi perekonomian Indonesia, yang dianggap sebagai hasil simbiosis mutualisme dengan pemerintah Orde Baru[1].

Tidak ada sumber atau bukti konklusif yang mengidentifikasi anggota Sembilan Naga secara pasti[1]. Meskipun demikian, beberapa nama sering disebut-sebut sebagai anggota potensial, di antaranya[3][5]:

Beberapa pengusaha yang namanya disebut-sebut telah membantah keterlibatan mereka, seperti Tommy Winata, yang menganggapnya sebagai imajinasi yang merugikan[1].

Keberadaan "Sembilan Naga" menunjukkan konsentrasi kekuatan ekonomi dan politik di tangan segelintir pengusaha[1]. Dominasi mereka tercermin dalam berbagai sektor penting seperti perbankan, properti, manufaktur, dan retail[1]. "Sembilan Naga" dianggap telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama selama era Orde Baru, dengan investasi besar-besaran mereka di berbagai sektor[4]. Namun, dominasi mereka juga memunculkan kekhawatiran tentang praktik monopoli, kesenjangan ekonomi, dan kurangnya persaingan yang sehat[4].